Penjaja Tektil Yang Menjadi Pendekar Pena Terkemuka



PRAPANCA.WORLD | Kwee The Hoay adalah seorang keturunan Tionghoa yang lahir di Bogor pada 31 Juli 1886. Ayahnya seorang pedagang obat dan tekstil. Sejak kecil Kwee Tek Hay sudah dididik untuk membantu ibunya yang mempunyai toko di sebuah pasar di Bogor atau mengikuti si Ibu membawa contoh-contoh tekstil dari rumah ke rumah. Kemudian ia juga yang harus mengantarkan bahannya ke rumah pelanggan yang memesan. Bisnis keluarga mereka sukses hingga dapat membuka sebuah toko yang cukup besar di kota Bogor.

Pendidikan Kwee Tek Hoay ditentukan oleh ayahnya. Ia dikirim ke sekolah dengan Bahasa pengantar Fujian (Hokkian). Hal ini tidak disenangi oleh Kwee Tek Hoay. Ia mengalami kesulitan dengan Bahasa pengantar  yang diajarkan. Seperti lazimnya orang Peranakan di zaman itu, Bahasa Melayu merupakan Bahasa mereka sehari-hari.  Di sekolah, Kwee Tek Hoay juga mendapatkan pelajaran bahasa Inggris dari  guru perempuan berkebangsaan India dan Bahasa Belanda dari guru perempuan orang Belanda.  Berkat kedua gurunya, tumbuh minat membaca dan belajar  dengan sungguh-sungguh berbagai pengetahuan terutama teosofi. Kwee Tek Hoay harus sembunyi dalam peti-peti kosong untuk dapat membaca. Ia harus mencuri waktu untuk membaca karena takut ayahnya marah.

Di tahun 1902, ketika berusia 16 tahun, hasil karyanya terbit dalam surat kabar Li Po yang diterbitkan di Sukabumi. Juga di beberapa surat kabar lainnya seperti Bintang Betawi, Ho Po, Sin Po. Tulisannya ini sangat disenangi oleh pembacanya.

Alam pikirannya sangat luas, sehingga ia mendirikan majalah sendiri yaitu majalah Panorama pada tahun 1926. Majalah Panorama ini dia isi dengan berbagai tulisan mulai dari berita aktual sampai lelucon/humor.  Di Majalah Panorama ini menjadi tempat menyalurkan ide-idenya mengenai politik, pendidikan dan sosial. Ia sering beda paham dengan orang lain. Menurutnya, pendidikan tidak saja dari sekolah. Ia juga ingin mencerdaskan pembacanya dengan kesusastraan dan berbagai pengetahuan

Ia juga sebagai pembela kaum wanita. Kala itu media lain wanita lebih banyak dikritik. Dalam majalah Panorama ia menyediakan tempat khusus untuk para wanita yang pandai penulis.  Dalam novel-novelnya ia selalu menyelingi cerita-ceritanya dengan pengetahuan-pengetahuan yang diangkat dari buku-buku asing termasuk Encyclopaedia Brittanica. Ia melakukan riset terlebih dahulu sebelum menulis karya-karyanya. 

Dan banyak lagi karya-karya dari Kwee Tek Hoay atau orang lain yang menulis tentangnya yang dapat ditemukan di beberapa Perpustakaan Besar, salah satunya Perpustakaan Nasional RI. Seperti Majalah Panorama, Mustika Romans, Mustika Dharma, dan Sam Kau Gwat Po. Claudine Salmon pernah menulis tentang Kwee Tek Hoay dalam bukunya “Literature in Malay by Chinese in Indonesia", artikel John B. Kwee di majalah Archipel no 19. 

Kwee Tek Hoay, salah salah satu tokoh besar di antara ratusan pengarang Peranakan Cina ini meninggal pada 15 Juli 1986 , 16 hari menjelang ulang tahunnya yang ke-65. Beberapa hari kemudian ia diperabukan sesuai dengan keyakinannya. Sayang sekali koleksi karya-karyanya termasuk buku-buku catatannya musnah, karena terkena air hujan ketika barang-barangnya dipindahkan dari Cicurug ke Jakarta.

Demikian rangkuman ringkas tentang Kwee Tek Hoay yang ditulis oleh Myra Sidharta seorang pakar sastra Tionghoa Melayu, psikolog, dosen dan juga wartawan.

Sumber: Mutiara Edisi 379, 13-26 Agustus 1986. Koleksi Surat Kabar Langka-Perpustakaan Nasional Salemba (SKALA-Team)

Previous Post Next Post